Rabu, 03 Maret 2010

TERBATAS

Manusia adalah makhluk yang gemar sekali memberi simbol pada segala sesuatu. Bukan hanya itu keahlian manusia, tapi manusia juga sangat piawai dalam membatasi segala sesuatu. Pembatasan yang dilakukan manusia merambah ke segala segi kehidupan.
Garis yang melengkung di kedua ujungnya disimbolkan sebagai bilangan tak hingga. Padahal semua manusia bahkan para ahli pun tidak tahu berapa tepatnya bilangan itu. Ada tapi tiada, tidak ada tapi eksis. Begitulah gambaran tentang angka misterius ini. Sama halnya dengan angka nol (0). Dikatakan ada, angka ini tidak menunjukkan apa-apa. Dikatakan tidak ada, tapi bilangan ini menjadi titik pusat atau titik awal dari setiap garis bilangan.
Contoh diatas hanyalah sebagian dari penyimbolan dan pembatasan yang dilakukan manusia. Masih banyak lagi penyimbolan bahkan pembatasan yang lain. Bodohnya lagi, penyimbolan dan pembatasan ini juga banyak dilakukan manusia pada Tuhan-sesembahan yang Maha Tinggi.
Manusia menjadikan alam sebagai bukti bagi eksistensi-Nya. Ketahuilah, alam semesta dan segala isinya hanyalah ciptaan-Nya. Alam tidak menunjukkan apa-apa tentang pencipta-Nya. Karena paku yang menancap pada sebuah kursi tidak akan tahu apapun mengenai Sang Tukang pembuat kursi itu. Begitulah layaknya keadaan manusia dalam memahami siapa Tuhannya. Pembicaraan tentang Tuhan dilakukan oleh banyak manusia tanpa tidak membatasi-Nya. Apalagi ketika memperbincangkan tentang sifat-Nya. Manusia sendiri tidak tahu apa yang mereka maksud dengan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan Maha-Maha yang lain. Menurut Kamus Bahasa yang juga dibuat manusia, kata maha berarti sangat yang paling sangat, tidak ada bandingan dan tidak ada yang melebihi. Mungkin karena pengetahuan manusia begitu terbatas sehinga manusia selalu membatasi segala permasalahan yang mereka hadapi. Keterbatasan yang sangat sering kita banggakan. Keterbatasan yang sangat sering membuat kita lupa atas keterbatasan itu sendiri. Lupa pada keterbatasan yang ada dalam diri kita sendiri. Sehingga kita menjadi terlalu sibuk membatasi segala yang ada. Dan lupa menjadikan keterbatasan kita sebagai titik awal untuk mawas dan tahu diri.






Zum@yakusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.